Kejadian DI Angkot 3

Tanpa sengaja aku melihat penis milik Dadan yang berukuran cukup besar dan keras, aku langsung saja meremas-remas penis tersebut dan mulai kukocok-kocok. Sepertinya Dadan sangat menikmatinya sampai-sampai dia semakin bersemangat menghisap payudaraku. Dengan perlahan aku menarik penis Dadan ke samping wajahku, hingga sekarang posisi penisnya dengan milik Ujang berseberangan. Aku pun bergantian mengocok dan menghisap penis Dadan dan Ujang. “Gelo euy si Teteeeh maaah… Ehmmm… Jagooo pisaaan ngenyotnyaa…!! Aaaaah…!!” puji Dadan sambil merem-melek dan menggelengkan kepalanya. “Aaaahhhhh…!! Teteeeeeeh…!! U-uraaaaaang kaluaaaaaar…!!” tiba-tiba Eman berteriak. 

Penisnya juga dapat kurasakan semakin mengeras di dalam vaginaku. “Maaan… Maaaan…!! Keluariiin di luaaaar Maaan…!!” teriakku panik. Aku tidak ingin kalau Eman sampai mengeluarkan spermanya di dalam vaginaku, karena aku tidak rela punya anak dari orang sepertinya. Untunglah Eman sempat mengeluarkan penisnya tepat waktu. Penisnya diangkat tinggi-tinggi sambil terus mengocoknya tepat di atas dadaku. ‘Crooott… Croooottt…’ sperma Eman keluar banyak sekali hingga mengenai perut dan payudaraku. “Aaaaah… Edun euy…!! Ngeunah pisan…!!” kata Eman keenakan.

“Ayeuna giliran aing nya Kang Dadan?” tanya Ujang dengan muka memohon supaya diberi ijin oleh Dadan. “Sok atuh Jang…” jawab Dadan yang kali ini terlihat sekali wajah tidak relanya karena harus mengalah lagi. Tentu saja Ujang senang bukan main karena mendapatkan giliran selanjutnya. Pertama-tama, layaknya anak kecil sedang menikmati permen, lidahnya bergerak menyentil-nyentil puting payudaraku hingga semakin mengeras. Tidak lama kemudian dihisapnya payudaraku sebelah kiri dan kanan secara bergantian. Tangan Ujang juga tidak tinggal diam dan mulai menggerayangi tubuh telanjangku. 

“Ehhmm… Ujaaaaaang…” aku mengerang nikmat. Mulut Ujang kemudian turun ke perut hingga sampai di vaginaku. Mata anak itu terbuka lebar menatapi vaginaku yang sengaja aku cukur halus. Secara refleks aku melebarkan kedua kakiku sehingga memudahkan Ujang untuk menjilati vaginaku. Pasti saat ini Ujang dapat mencium aroma lendir kewanitaan yang keluar dari vaginaku. “Oooooooooohh…!” Aku mendesah panjang sambil menggenggam erat ujung tikar ketika lidah Ujang terus menyapu kemaluanku. Ujang membuka bibir vaginaku dan mulai menyedotnya dengan rakus sehingga aku mengerang-erang dengan penuh gairah. Semakin lama lidahnya menari semakin liar menjelajahi seluruh bagian dari kemaluanku. Aku dapat merasakan cairan vaginaku meleleh deras seiring dengan rangsangan yang semakin kuat. Sungguh aku merasa semakin nikmat merasakan lidah Ujang yang sesekali menyelinap ke dalam vaginaku. 

“Aaaahhh… Mmmmhhh… Jaaaang…!!” aku berteriak nikmat sambil tanganku tidak henti-hentinya memegangi kepala Ujang. Ketika Ujang merasa sudah cukup melakukan pemanasan terhadap vaginaku, kini tiba saatnya untuk dia merasakan bersetubuh denganku. Penis kecil milik Ujang yang sudah dalam keadaan ereksi penuh, mulai digesek-gesek ke bibir vaginaku. Saat berikutnya, benda tersebut mulai menekan masuk ke dalam lubang kemaluanku. Mungkin karena ukurannya yang kecil, maka penis tersebut tidak terlalu membuatku merasakan nikmat seperti tadi. “Teh Tita… Ayeuna Teteh nonggeng nya…” pinta Ujang kepadaku untuk berganti posisi. Tentu saja aku sempat heran anak seusia Ujang sudah mengerti posisi-posisi dalam berhubungan intim. 

Pasti karena dia bergaul dengan anak yang lebih dewasa darinya. Namun aku yang tidak mau berlama-lama memikirkan hal tersebut membalikkan tubuhku hingga sekarang aku bertumpu dengan kedua tangan serta lututku. Dalam posisi ini, payudaraku yang bergantung dengan bebas terlihat lebih besar. Ujang yang sudah mengambil posisi di belakangku, menggenggam penisnya kemudian mengarahkan ke liang vaginaku. Tetapi bukannya Ujang langsung memasukkan penisnya, sekarang dia justru memainkan vaginaku menggunakan tangannya. Walaupun begitu tetap saja aku merinding keenakan, apalagi dengan kenyataan bahwa yang sedang melakukan itu adalah anak yang masih berumur 13 tahun! Ketika sedang menikmati jari-jari tangan Ujang di selangkanganku, dengan tiba-tiba Ujang langsung menusukkan penisnya ke dalam vaginaku. 

“Heeeeeekh…!!” aku sampai sedikit tersentak karena menerima hujaman keras secara tiba-tiba seperti itu. Kutengokkan kepalaku ke belakang dan kutatap Ujang dengan raut muka sedikit kesal. Seolah tidak terjadi apa-apa, Ujang terus menyetubuhiku tanpa ada perasaan bersalah. “Dasar bocah nggak tau diri…!!” aku mengumpat dalam hati. Perlahan telapak tangan kecilnya mulai mengelus dan meremas pantatku, sambil sesekali juga mengusap punggung mulusku. Ternyata dengan posisi seperti sekarang, penis Ujang semakin terasa nikmat. Apalagi sodokannya cukup mantap seperti sudah sering dilatih. Tubuhku tersentak maju dan mundur mengikuti gerakan penis Ujang pada kemaluanku. “Aaaahh… Aaaaahh… Ooohh…” aku hanya dapat merintih-rintih dengan lirih. “Teh Tita geus ngarasa ngeunah tuh Jang… Asupkeun leuwih gancang deui…!” perintah Eman. Mendengar ucapan temannya tadi, penis Ujang keluar dan masuk dengan lebih cepat. 

Namun rasanya jadi semakin nikmat, tidak kalah dari permainan Eman. Aku saja sampai merasa lemas dalam posisi menungging seperti ini. Tangan Ujang sesekali juga digunakan untuk meremas pelan payudaraku dari belakang. Kadang-kadang dia juga mencium leherku. Tetapi dikarenakan postur tubuhnya yang lebih pendek dariku, dia cukup kesulitan untuk melakukannya. Aku dapat merasakan nafas Ujang yang semakin memburu seperti orang yang sedang melakukan olahraga. Keringat miliknya menetes cukup banyak di punggungku yang juga sudah dalam keadaan basah. Sampai akhirnya sodokan Ujang terasa semakin keras dan cepat, otot-otot vaginaku seperti tertarik keluar. 

Aku pun tidak tahan dan mencapai orgasme lagi. Tidak lama kemudian Ujang juga sudah tidak dapat menahan lagi untuk menahan klimaks “Aaaaahhhh…!! Teteeeeeh!!” Ujang menyemprotkan spermanya ke punggungku dalam jumlah yang tidak kalah banyak, bahkan mungkin melebihi jumlah sperma milik Eman. Aku yang sudah merasa sangat lemas, langsung jatuh di atas tikar dengan posisi tengkurap. Ternyata Ujang juga sudah terlebih dahulu tiduran di sebelahku. Lelah sekali rasanya disetubuhi oleh dua orang bergantian seperti tadi, walaupun ini bukanlah yang pertama kalinya aku berhubungan seks dengan lebih dari satu orang. 

Saat sedang beristirahat, aku merasakan ada tangan jahil yang memegang-megang vaginaku. Ketika aku menengok ke belakang ternyata Dadan yang melakukan hal itu. “Teteh masih capek Dan…” jawabku pelan. “Yaaah… Kan urang tacan kabagian Teh…” katanya memelas. Aku baru ingat kalau ternyata hanya tinggal Dadan yang belum kebagian menikmati bersetubuh denganku. “Iya udah… Tapi ambilin Teteh air minum dulu yah… Haus nih…” kataku ketika melihat kalau air di gelasku sudah habis. Langsung saja Dadan mengambil gelasku yang kosong, kemudian berlari untuk mengambil air di belakang. Ketika dia kembali langsung saja aku habiskan tanpa tersisa. Baru saja aku selesai menghabiskan air minum tersebut, 

Dadan langsung merebahkanku lalu menempatkan kepala penisnya di mulut vaginaku. Dadan mulai menggerakkan kepala penisnya di depan belahan vaginaku. Kelihatannya dia terus mencoba untuk merangsangku terlebih dahulu. Tentu saja diperlakukan seperti itu terus-menerus, aku pun mulai terangsang dan vaginaku sudah mengeluarkan cairan pelumasnya sehingga penis Dadan mulai dapat masuk lebih dalam. Penis Dadan akhirnya dapat masuk juga seluruhnya ke dalam vaginaku. Sungguh sakit sekaligus nikmat rasanya, aku sampai menahan agar tidak berteriak ketika dia mendesak masuk penisnya. 

Aku baru sadar kalau ternyata penis milik Dadan, walaupun masih kalah panjang, namun berdiameter lebih besar dari Eman. Sampai-sampai aku menggigit bibir ketika menikmati penis kerasnya yang dengan teratur menusuk masuk lalu ditarik keluar. “Enaaaaaaaak euuuy…!!” teriak Dadan dengan gayanya yang kampungan. Berulang-ulang Dadan mengeluarkan penisnya dari vaginaku sebelum akhirnya ditusuk masuk lagi. Setiap kali penisnya masuk, aku berteriak-teriak keenakan. Eman dan Ujang hanya tertawa-tawa melihatnya. Akhirnya aku mulai terbiasa dengan penis Dadan yang sedang memompa vaginaku. 

Aku sampai tidak memikirkan kalau yang sedang menyetubuhiku adalah seorang anak jalanan. Bahkan aku juga tidak sadar kalau sedang berpelukan dan menciumi Dadan mulai dari kening hingga pipinya, sebelum akhirnya kita berciuman bibir lagi. Tubuhku sekarang sudah penuh dengan keringat dikerjai oleh tiga orang. Entah sudah berapa lama aku disetubuhi oleh Dadan hingga aku merasa akan menggapai orgasme lagi. Tetapi tepat sesaat sebelum aku menjerit, Dadan semakin keras menekan penisnya yang berdenyut kencang tanda akan mencapai puncak. Dan benar saja seperti dugaanku tidak lama kemudian Dadan berteriak “Aaaaaaahh…!! Uraaang hoyoooong kaluaaaar Teeeeh…!!” “Teruuus… Teruuuus… Lebiiih kenceeeng Daaaan…” teriakku tidak kalah keras. 

Dalam keadaan nikmat seperti itu tentu aku hanya bisa pasrah apabila dia mengeluarkan cairan spermanya di dalam vaginaku. “Arrgghhhh… Teeh Titaaaaa…!!” Dadan menggeram lalu menembakkan spermanya yang kental ke dalam rahimku. “Aaaaahhh… Daaaan… Teteeeeh jugaaaaa keluaaaaar…!!” aku ikut merintih ketika tidak lama kemudian juga mencapai orgasme untuk yang kesekian kalinya. 

Cairan milik Dadan keluar begitu banyak mengisi vaginaku, sehingga sebagian ada yang menetes keluar. Aku memeluk erat tubuh Dadan karena merasa sangat puas dan nafasku juga sudah terasa mau habis. Terasa di dalam vaginaku pelan-pelan penis Dadan mulai mengecil hingga akhirnya dia cabut. 

Untung saja saat itu bukan masa suburku sehingga aku dapat bernafas lega. Aku yang sudah sangat lelah meminum air putih dalam jumlah banyak karena sangat haus. Lalu aku pun tidur-tiduran sebentar karena merasa sangat lemas. Sungguh lengket rasanya badan dan kemaluanku karena bermandikan keringat dan sperma. 

Namun aku tidak menyesal telah mendapatkan pelayanan dari mereka. Padahal tadinya kukira mereka bertiga belum mengerti cara melakukan hubungan seks. Ketika kami sedang beristirahat, mereka bertiga memanfaatkan waktu untuk mengenalku lebih jauh. Karena udara di luar lumayan dingin, Dadan dan Eman mulai menyalakan rokok. Aku yang memang tidak suka dengan bau rokok, mengibas-ngibaskan asap yang berhembus ke arahku. “Punten nya Teh… Teu ngahaja… Memang Teh Tita teu suka ngaroko?” tanya Dadan yang sepertinya menganggap kalau semua perempuan di Jakarta suka merokok atau setidaknya sudah terbiasa dengan asapnya. “Uhuuuk… Enggak lah Dan… Uhuuk… Uhuuuk…” tegasku sambil terbatuk-batuk karena tanpa sengaja menghirup asap rokok. “Lamun roko daging kumaha Teh? Hahahahaha…” canda Eman yang langsung disambut gelak tawa teman-temannya. 

Tentu saja walaupun aku sudah disetubuhi oleh mereka bertiga, namun pertanyaan Eman tadi tetap membuatku tersipu malu. Di tengah pembicaraan kami, ketiga anak itu berharap kejadian yang baru saja mereka alami akan dapat terulang di kemudian hari. Setelah cukup lama mengobrol, aku akhirnya berpamitan pulang. 

Aku pun membersihkan tubuhku sekedarnya lalu berpakaian lengkap. Dalam perjalanan menuju ke terminal aku cukup tenang karena mereka berbaik hati menemaniku naik angkot. Di dalam bis aku sempat tertidur cukup lama, untung saja barang-barang milikku tidak ada yang hilang. 

Sesampainya di depan rumah aku melangkah lemas menuju pintu gerbang karena seluruh badanku terasa sakit dan pegal. Ketika aku sudah berada di ruang tamu ternyata Ibu sedang menungguku dengan gelisah karena tidak mendapat kabar dariku, padahal saat itu waktu telah menunjukkan pukul 10 malam. “Teh… Kok malem banget pulangnya?” Ibu bertanya dengan suara pelan dan sedikit serak, mungkin karena beliau sudah mengantuk. “Iya nih Bu… Abisnya tadi keasyikan belanja sih…” aku menjawab sambil menunjukkan kantong belanjaanku. “Terus HP Teteh kok nggak bisa dihubungin sih?” lanjut ibuku. “Palingan sinyalnya lagi jelek Bu…” jawabku beralasan lalu bergegas menuju ke kamar tidur. Biasanya sepulang dari bepergian, aku selalu mencium tangan Ibu terlebih dahulu. Namun hari ini aku merasa kotor dan juga bau sperma yang disemprotkan ke hampir ke seluruh bagian tubuh oleh pengamen-pengamen tadi. “Teteh udah makan belum?” tanya Ibu yang ternyata ikut menyusulku namun tidak sampai masuk ke dalam. “Nanti aja Bu… Teteh masih kenyang…” sahutku sambil bersiap menutup pintu supaya Ibu tidak menyadari kalau anaknya sedang berbohong. 

Andai saja Ibu dapat melihatku beberapa jam yang lalu, karena hal yang membuatku tidak nafsu makan adalah akibat kelelahan melayani ketiga remaja pengamen tadi. “Ya udah… Tapi jangan lupa nanti makan ya… Udah Ibu siapin tuh di dapur… Anak kesayangan Ibu jangan sampai sakit yah…” kata ibuku lagi dari balik pintu yang sudah tertutup. “Iya Bu…!” teriakku sambil sedikit tersenyum karena Ibu masih menganggapku sebagai anak kecil. Aku lalu mengambil baju ganti serta handuk kemudian bersiap untuk mandi dengan harapan supaya tubuh lelahku dapat kembali segar. “Aduuuh capek banget…! Besok ijin nggak masuk aja ah…” pikirku saat sedang menikmati guyuran air. Seusai mandi, aku yang tidak ingat sama sekali kalau sudah berjanji pada Ibu untuk makan malam, langsung masuk ke kamar lalu tertidur pulas seperti bayi. 

- Tamat -

Subscribe to receive free email updates: